Kamis, 04 Maret 2010

MARILAH KITA MENCINTAI PERUSAHAAN KITA BERGANTUNG HIDUP


”Assalamu’alaikum. Selamat pagi dan salam sejahtera. Terimakasih atas kehadiran bapak-bapak semua. Pada kesempatan yang baik ini saya mengajak kerpada diri saya dan juga kepada bapak-bapak semua untuk senantiasa mencintai perusahaan tempat kita bergantung hidup. Yah, memang perusahaan ini belum bisa memberikan semua keinginan kita, tapi lihatlah anak-anak kita tumbuh dan besar dari tebu yang kita tanam. Keluarga kita bisa hidup cukup bahkan anak-anak kita bisa kuliah karena keuntungan dari produksi gula perusahaan ini. Marilah kita mencintai perusahaan ini dengan cara bekerja dengan ikhlas dan optimal di masing-masing bagian. Jangan menjadi beban perusahaan, setiap dari bapak-bapak yang hadir disini tidak boleh tidak punya peran dalam pencapaian keuntungan perusahaan kita.”

 

Demikian kalimat pembukaan yang dilontarkan seorang sinder kepada anak buahnya ketika membuka rapat kerja bulanan. Memang tidak mudah memberikan pemahaman betapa penting rasa cinta dan kebanggaan kepada perusahaaan. Bukan hanya level pekerja pelaksana, pekerja level pimpinan pun kadang masih belum menyadari. Rasa cinta bertautan dengan rasa syukur kita atas nikmat pekerjaan yang kita peroleh ketika kita mengabdikan diri sebagai karyawan pada suatu perusahaan. Orang yang pandai bersyukur tentunya akan melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai karyawan dengan penuh rasa ikhlas dan tanggungjawab. Sepanjang perusahan telah menunaikan kewajibannya kepada karyawannya maka tidak ada alasan para karyawan berkeluh kesah dan bermalas-malasan. Sepanjang kita masih mau menerima uang gaji bulanan(beserta tunjangan perusahaan, lembur, THR, jaminan kesehatan, bonus tahunan) maka tidak ada alasan untuk tidak memberikan kontribusi bagi pencapaian keuntungan perusahaan sesuai dengan fungsi dan tanggungjawab kita.

Pimpinan saya, dalam beberapa kesempatan sering mengatakan janganlah kita menjadi benalu bagi perusahaan. Setiap dari kita adalah bagian dari organisasi perusahaan yang harus berkontribusi bagi keuntungan perusahaan. Ingat, kita adalah karyawan perusahaan, walaupun berlabel ”perusahaan plat merah”, yang hanya digaji dari keuntungan perusahaan. Kasarnya kalau tidak untung ya tidak gajian. Bagi perusahaan BUMN yang tidak bisa bersaing di pasar bebas, bukan tidak mungkin pemerintah selaku pemegang saham akan menjual ke swasta daripada menyuntik bantuan modal. Bagi mereka yang hanya menuntut hak tanpa menunjukkan kinerja dan produktivitas adalah benalu persahaan yang menggerogoti dan membebani perusahaan. Perusahaan BUMN bukanlah perusahaan yang bebas PHK. Anda ingat kasus IPTN (yang sekarang bermetamorfosis menjadi PT DI). Bagi perusahaan yang menghasilkan produk barang/jasa dengan biaya produksi yang tidak bisa besaing akibat terlalu tingginya biaya produksi (anda tahu salah satunya karena terlalu tingginya biaya overhead dan menggaji karyawan yang tidak produktif) pelan tapi pasti akan dilindas jaman, lama kelamaan akan terbelit kesulitan finansial dan akhirnya dinyatakan pailit. Kalau ini sudah terjadi karyawan hanya bisa ”melongo” kenapa bisa begini? Apalagi menjelang diterapkannya AFTA (Zona perdagangan bebas asia) di mana produk-produk luar negeri dengan mutu yang sama dengan produk dalam negeri tetapi dengan harga yang jauh lebih murah akan membanjiri pasar dalam negeri.  Jadi semua tergatung dari diri kita masing-masing, tidakkah kita merasa terhina dan bersalah menjadi benalu perusahaan? Tunjukkan kinerja kita, tunjukkan bahwa perusahaan tidak salah memilih kita sebagai karyawan. Tidak puas dengan gaji yang diberikan perusahaan? Maka bersikap satrialah sebagai seorang lelaki, mintalah pensiun dini secara terhormat, bukannya  ngrecokin  rekan-rekan kerja yang ingin bekerja dengan baik.