Sabtu, 10 Juli 2010

TANTE GIRANG


Saya berharap anda tidak terprovokasi dengan judul artikel yang sengaja penulis ungkapakan dengan cara yang tidak biasa. Tante girang yang dimaksudkan adalah kepanjangan dari ungkapan “tanaman tebu gap tinggi tumbuh jarang-jarang”. Seringkali ini adalah pangkal masalah tidak tercapainya target produksi. Sebagaimana kita ketahui dalam budidaya tanaman tebu ada beberapa parameter  penentu keberhasilan pencapaian target produksi:

·         Populasi

Ada dua aliran dalam permainan populasi dalam usaha pencapaian TCH yang optimal. Ada yang berpendapat semakin banyak semakin baik, ada pula yang menganut pemikiran bahwa terlalu banyak populasi justru malah mengundang penyakit dan tebu cenderung rubuh. Walhasil ada dua aliran sistem tanam. Sistem tanam single row (biasanya PKP 135 cm sehingga panjang juringan per hektar 7400 m) dan sistem tanam double row ( biasanya PKP 185 cm dimana jarak antar 2 juring kecil dalam satu juring besar adalah 40-50 cm. Sistem tanam double row merupakan komodifikasi dari sistem tanam single row sempit (PKP120 cm ke bawah).

·         Jumlah batang per meter

Jumlah batang per meter erat kaitannya dengan populasi. Apa gunanya panjang juringan dalam satu hektar dibuat tinggi (misal dengan sistem double row) sedangkan jumlah  batang per meter kurang dari standart. Idealnya dalam satu meter jumlah batang adalah 12, walaupun kenyataannya bisa bervariasi dari 8-12 tergatung performa tanaman. Jumlah batang bisa dimaksimalkan sejak penyaiapan lahan (LP), proses tanam yang seharusnya mulai dari bibit yang baik, sistem ecer overlap 25-50%, covering yang baik, compacting, irrigasi yang cukup sampai upaya sulam untuk mengurangi gap.

·         Tinggi batang

Tinggi batang sebenarnya erat dengan berat batang. Semakin tinggi maka potensi berat akan semakin bagus. Idealnya tinggi tebu adalah 250cm atau lebih. Tinggi batang yang maksimum bisa dimaksimalkan dengan sistem pengolahan tanah dalam dan perlakuan subsoiling baik pada tanaman PC maupun ratoon. Dengan pengolahan tanah dalam ini diharapkan perakaran tebu bisa menembus lapisan keras  (hardpan) sehingga asupan unsur hara akan maksimal. Selain itu akan memperkokoh sistem perakaran sehingga tebu tidak akan mudah rubuh akibat gangguan angin ribut. Hal lain yang mempenaruhi tinggi batang adalah jenis tanah dan kekeringan. Pada tanah-tanah berat tinggi batang cenderung tidak maksimal. Demikian pula apabila terkena kekeringan dalam jangka waktu yang lama, pertumbuhan ruas cenderung pendek. Idealnya tinggi batang tebu adalah 2,5-3 m.

·         Diameter batang

Semakin  besar diamater batang tentunya akan memperbesar bobot tebu sehingga diharapkan TCH akan naik demikian juga TSH.

·         Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara bobot tebu yang diolah dengan hasil gula yang dihasilkan. Potensi rendemen pada masing-masing varietas mempunyai keragaman. Sedapat mungkin potensi rendemen di kebun bisa diraih sampai ditingkat pengolahan di pabrik. Idealnya rendemen paling tidak adalah 8%.

Balik ke masalah tebu jarang-jarang, menurut penulis merupakan akibat dari banyak faktor. Bisa jadi pengolahan tanah, bibit, tanam, pengendalian gulma maupun perawatan. Tergantung dari kepiawaian kita meramu masing-masing kegiatan atau tahapan budidaya sehingga tujuan akhir, yaitu ton tebu per hektar (TCH) setinggi mungkin, untuk PC minimal 85 ton dan ton gula per hektar (TSH) diharapkan minimal 6 ton. Bisakah! Pasti Bisa!! (tentunya dengan ijin yang Maha Kuasa)

KALIBRASI IMPLEMENT PUPUK MEKANIS (FERTILIZER APPLICATOR) SECARA SEDERHANA.


Dalam industri perkebunan, pemupukan memiliki peran sangat penting dalam pencapaian target produksi. Dalam konteks perkebunan tebu adalah pencapaian ton tebu/ha (TCH), rendemen ataupun ton gula/ha (TSH). Selanjutnya bila dirunut lagi komponen sukses/tidaknya pemupukan adalah:

1.      Waktu aplikasi

2.      Dosis pemupukan

3.      Cara aplikasi.

4.      Kondisi implement fertilizer applicator apabila pempukan dilakukan secara mekanis.

5.      Kondisi fisik-kimawi tanah

6.      Kondisi kekerasa tanah (berpengaruh pada kemampuan tyne implement fertilizer applicator untuk membenamkan pupuk ke dalam tanah).

Dalam artikel ini kita akan lebih membahas aplikasi pemupukan pada tanaman tebu menggunakan implement pupuk mekanis. Kenapa perkebunan tebu skala luas (6000-20.000) lebih menyukai pupuk mekanis?

1.      Lebih cepat

Kapasitas pupuk mekanis dua mata dengan tenaga tarik traktor TS 90 HP adalah 0,8-1 ha/HM sehingga dalam satu unit per hari bisa mencapai minimal 8 ha. Bandingkan dengan pupuk yang ditabur manual, 1 HK kemampuannya maksimal 1 ha (pada tenaga manual, semakin besar beban kerja kualitas kerja biasanya semakin turun).

2.      Membutuhkan tenaga kerja lebih sedikit.

Dengan rata-rata hasil kerja 8 ha/hari diperlukan tenaga kerja aduk/curah pupuk 2-3 orang dan seorang operator. Bandingkan dengan tenaga yang diperlukan pada pemupukan manual, untuk hasil 8 ha/hari minimal diperlukan 8 tenaga tabur dan 2 orang tenaga umbal/ecer pupuk.

3.      Aplikasi lebih merata karena pupuk terbenam didalam tanah s/d 10cm.

Bandingkan dengan tabur pupuk manual, pupuk hanya ditabur dikanan kiri juringan dengan kerataan yang tidak sama(tebal tipis) dan tidak dibenam dalam tanah. Sehingga sangat mudah menguap pada saat panas dan tercuci apabila terkena hujan.

4.      Lebih mudah dalam pengawasan

Pengawas cukup memantau satu atau beberapa unit alat saja sedangkan pada pupuk maual pengawas harus mengawasi banyak orang dengan karakter masing-masing.

5.      Penyelewengan pupuk dapat diperkecil.

Pada pemupukan mekanis semua pupuk dikumpulkan pada satu titik. Kemudian beberapa jenis pupuk dicampur secara manual oleh tenaga pengaduk (bisa juga dicampur secara mekanis sebelumnya di gudang) dan ditaruh kembali dalam sak-sak. Bandingkan pada pemupukan mekanis, sak-sak pupuk harus diecer di kanan kiri petak sehingga potensi pupuk dicuri sangat besar.

Baiklah, penulis kira sudah cukup pembahasan pendahuluan tentang pemupukan mekanis. Selanjutnya kita berkenalan dengan implement pupuk mekanis (Fertilizer Applicator). Implement yang biasa digunakan di perkebunan tebu adalah dengan sistem ulir di mana ulir digerakkan menggunakan PTO traktor. Terdapat dua hopper dengan dua bukaan pada masing-masing hopper. Dari bukaan ini pupuk disalurkan ke selang penyalur, kemudian jatuh di belakang tyne dan kemudian alur pupul ditutup oleh wing kecil. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar  di atas.

Pertanyaan selanjutnya bagaimana cara mengkalibrasi implement agar dosis per hektar bisa tepat. Hal ini sangat penting mengingat pekerjaan ini menyangkut material pupuk yang sangat mahal harganya. Kesalahan kalibrasi bisa mengakibatkan tekor pupuk (terlalucepat) atau sisa pupuk (terlalu lambat) yang berpotensi pada penyelewengan pupuk.  Secara garis besar, kalibrasi dimulai dari berapa dosis pupuk (campuran urea, TSP dan KCL) yang harus diaplikasi per hektar. Selanjutnya dihitung berapa gram pupuk yang searusnya jatuh per corong per meter juringan. Dari dosis per meter tersebut dapat ditentukan berapa kecepatan maju traktor, gigi berapa yang harus dipakai. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah ukuran bukaan hopper ke corong penyalur, bukaan yang terlalu sempit pupuk bisa tekor, sedangkan kalau terlalu sempit pupuk bisa menggumpal.

Jumat, 09 Juli 2010

ORANG LAPANGAN HARUS MEMAKAI SEPATU BOOT!!


Bismillah….kembali meluangkan waktu untuk menulis sedikit renungan di tengah kesibukan kerja mengurus unit alat berat untuk pengolahan tanah dan alat berat infrastruktur. Entah kenapa teringat kejadian berapa tahun yang lampau di lampung hanya karena masalah sepatu. Beberapa hari yang lalu seorang kolega menegur saya ” wealah pak, sinder koq sepatu ne bodhol ngono, gek ndang tuku sing anyar” Artinya kurang lebih begini: Sinder koq sepatunya sudah butut kayak gitu, buruan beli baru. Sambil meringis saya jawab sekenanya ” banyak kenangannya pak, hehehe”. Memang sepatu saya yang sebelah kanan di bagian tumitnya sudah sobek, belum sempat beli lantaran hampir tiap hari pulang maghrib.

Sebenarnya bukan masalah sepatu baru merk apa yang akan saya beli, tetapi kenapa di perusahaan ini sepertinya tidak ada orang yang peduli keharusan bahwa setiap karyawan yang bekerja di kebun harus memakai sepatu boot. Masih banyak karyawan yang memakai sepatu ket atau sepatu kantoran, bukan hanya level karyawan pelaksana, tetapi unsur pimpinan juga cuek-cuek saja memakai sepatu kantoran yang disemir ”kinclong”. Saya bukan anti kebersihan dan kerapian, tidak jua berarti orang lapangan harus berkotor-kotoran ria, tetapi lebih kepada keinginan untuk menempatkan segala sesuatu sesuai porsinya. Saya ingat betul beberapa tahun yang lalu, betapa anak buah saya yang seorang mandor spraying herbisida ketakutan bukan kepalang ketika ketahuan oleh Plantation Manager (Kepala Bagian Tanaman) bahwa dirinya memakai sepatu ket pada saat bekerja. Sudah ter-mindset pada pikiran karyawan bahwa orang plantation (bagian tanaman rayon/afdeling) harus memakai sepatu boot. Jadi semua karyawan plantation dari tenaga harian, mandor, conductor, supervisor (mandor besar), officer(sinder), manajer divisi (sinder kepala) sampai plantation manager (Kepala Bagian Tanaman) dipastikan memakai sepatu boot, bukan sekedar mematuhi aturan, tetapi lebih sebagai identitas bahwa inilah kami orang lapangan! Bahkan di beberapa kesempatan saya menyuruh pulang beberapa tenaga harian saya lantaran nekat bekerja memakai sepatu ket/sandal di lapangan.

Sebagai orang lapangan, tentu bukan hal yang aneh kalau setiap kali kita mengecek pekerjaan pasti belepotan lumpur, apalagi kalau musim hujan. Petak kebun ibarat rimba raya, bisa saja kita ketemu kobra waktu masuk juringan, atau menginjak tunggul kayu yang bisa melukai kaki. Nah apa jadinya kalau pengawas yang kita tugaskan di petak tersebut memakai sepatu ket. Sudah pasti dia akan nongkrong di pinggiran petak, walhasil kualitas pekerjaan di dalam petak tidak akan termonitor, biaya kebun tetap keluar padahal hasilnya nihil. Itulah filosofi kenapa semua personel lapangan harus memakai sepatu boot. Pernah di suatu waktu, kolega saya dibuat sibuk karena anak buahnya harus dirawat di rumah sakit karena kakinya melepuh karena terperosok di tumpukan blothong yang membara. Kejadian ini dampaknya sebenarnya bisa diminimalkan seandainya pekerja tersebut memakai sepatu boot.

Nah, marilah mulai sekarang kita berikan pemahaman kepada kawan-kawan di lapangan betapa pentingnya memakai sepatu boot. Tentunya bukan hanya menyuruh atau menghimbau, marilah kita berikan contoh dari kita sendiri. Meminjam kalimat yang biasa terpampang di pintu masuk pabrik ”Marilah kita gelorakan kesehatan dan keselamatan kerja!”