Sabtu, 29 Juni 2013

SISTEM TANAM STEK DUA MATA PADA TANAMAN TEBU


Gambar 1. Tanam stek 2 mata doble planting PKP 145-40
Tanam stek dua mata adalah teknologi budidaya tebu yang sudah sangat familiar dan sudah sangat umum dipraktekkan pada dunia perkebunan tebu sejak masa kolonial belanda. Dalam industri perkebunan tebu  skala besar metode ini jarang digunakan dikarenakan membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar. Akan tetapi metode ini diyakini bisa memmbuat produktivitas tanaman lebih baik dari tanam bibit bagal. Pada lokasi perkebunan dengan jumlah tenaga kerja cukup sangat dianjurkan tanam dengan metode ini.
Praktisi di lapangan lebih memilih metode tanam bagal, dimana bibit tebu dalam bentuk lonjoran disusun dalam alur tanam, baru kemudian bibit bagal tersebut dipotong 2-3 mata di alur tanam tersebut, kemudian alur tanam ditutup dengan tanah setebal 2-3 cm. Pada tanam bagal, bibit dibuat double overlap atau disusun untu walang. Sehingga apabila 1 meter bibit ada 12 mata, maka dalam 1 meter tanam terdapat 24 mata. Tetapi perlu diingat pada sistem ini kesehatan mata tidak diseleksi sehingga 24 mata tersebut tidak bisa dipastikan tumbuh semua.
Berbeda dengan sistem stek 2 mata , bibit terlebih dahulu diseleksi, tidak semua mata dalam satu lonjoran bibit bisa dipakai. Sehingga bisa dipastikan stek dua mata yang terpilih benar-benar sehat dan siap tanam. Adapun bibit yang ditanam pada alur tanam cukup single/satu stek saja, tidak perlu double overlap 50% seperti pada tanam bibit bagal karena sudah ada proses seleksi sebelumnyaa. Susunan antar bibit cukup end to end (ujung ketemu ujung). Dengan jumlah ste
Berikut adalah tahapan pekerjaan tanam stek 2 mata:
1.       Tebang bibit
Kita asumsikan kita akan menanam tebu dengan jarak tanam PKP 135 cm. Secara teoritis (nanti akan dibahas pada artikel lain) penangkaran bibitnya sekitar 1:6, artinya 1 ha bibit untuk tanam seluas 6 ha. Sehingga untuk 1 ha tanam diperlukan bibit 0,16 ha kebun bibit. Kebutuhan Hok untuk tebang bibit seluas 0,16 ha sekitar 3 Hok (borongan).
2.       Klentek bibit, seleksi, potong, masukkan ke karung.
Bibit yang sudah ditebang kemudian diklentek dan dipotong 2 mata. Seleksi dilakukan pada saat memotong dan pada saat memasukkan ke karung. Bibit kemudian dimasukkan ke dalam karung ukuran 25 kg, dalam satu karung berisi 150-160 stek. Kebutuhan stek per meter adalah 6 stek sehingga 1 karung bibit cukup untuk 25 meter tanam. Sehingga dalam 1 ha tanam dengan PKP 135 cm diperlukan 300 karung. Kemampuan klentek-seleksi-potong-memasukkan ke karung kurang lebih 14 karung/hok sehingga diperlukan tenaga sejumlah 21 hok.
3.       Angkut bibit ke petak tanam (termasuk bongkar muat)
Bibit yang sudah dimasukkan ke dalam karung tersebut selanjutnya dimuat ke truk dan dibongkar di petak tanam dengan sangat hati-hati agar mata tidak rusak, dinaik/turunkan pelan-pelan dan tidak boleh dibanting/dilempar. Bibit diecer di jalan kontrol, 20 karung setiap 10 juring. Kebutuhan tenaga muat dan bongkar cukup 2 hok.
4.       Umbal dan tanam bibit
Bibit yang sudah diecer di jalan kontrol tersebut selajutnya diumbal dan ditanam ke alur tanam, 2 karung untuk panjang 50 meter. Bibit ditanam pada alur tanam/kasuran, cukup single dan posisi antar bibit end to end. Dasar/kasuran alur tanam disiapkan supaya remah, tidak ada bongkahan dan diusahakan kondisinya masih lembab.  Kemampuan per hok untuk pekerjaan ini sekitar 15 jalur per hok. Sehingga dalam 1 ha diperlukan tenaga 3 hok.
5.       Tutup tanam(covering)
Bibit yang sudah ditanam pada hari itu harus ditutup pada hari itu juga untuk menghindari kekeringan bibit. Bibit ditutup dengan tanah remah dari atas alur tanam setebal 2-3 cm. Pada saat musim kemarau agar lebih tebal lagi untuk menghindari penguapan. Sangat tidak dianjurkan tutup tanam dengan tanah bongkahan. Kemampuan tutup tanam sekitar 50 jalur per hok sehingga dalam 1 ha diperluakn 3 hok.
Apabila kebutuhan hok di atas dijumlahkan semua maka untuk tanam stek 2 mata per hektar diperlukan tenaga kerja 32 hok. Tentu saja angka ini bukanlah angka fix, kemampuan tenaga kerja bervariasi tergantung kondisi dan budaya kerja masing-masing. Setidaknya angka ini adalah gambaran kebutuhan tenaga yang harus disiapkan.