STOC merupakan istilah bagi kebun tebu yang tidak tertebang pada satu musim giling kemudian dibiarkan (baik dirawat atau tidak) kemudian ditebang dan giling pada awal musim giling selanjutnya. Mengapa sampai ada kebun-kebun yang tidak tertebang? Banyak faktor penyebab munculnya petak-petak STOC antara lain:
- Jumlah penebang kurang sehingga tidak memenuhi pasok tebu, akibatnya jadwal tebang molor sehingga terjadi petak-petak tidak tertebang.
- Tebangan belum juga selesai memasuki musim penghujan, sehingga petak-petak yang akses tranportasinya sulit tidak bisa diambil produksinya.
- Kondisi jalan, timbunan dan jembatan tidak memungkinkan untuk mengambil produksi pada petak-petak yang bersangkutan.
- Kapasitas pabrik tidak sesuai dengan jumlah tebu di lahan.
Apapun alasannya, sejatinya STOC adalah sebuah kerugian besar bagi perusahaan karena perencanaan dan eksekusi perkerjaan yang tidak proper. Sangat dihindari adanya STOC, apalagi STOC yang sampai berulang menunjukkan kinerja manajemen yang sangat-sangat buruk. Walaupun dapat digiling di tahun selanjutnya potensi protas/ha dan rendemen akan jauh turun dan adanya tambahan biaya perawatan mengakibatkan biaya produksi tidak sesuai dengan hasil gula yang dihasilkan.
Namun demikian, untuk memperkecil potensi kerugian (cut loss) ada beberapa opsi yang bisa dipakai yaitu opsi ditebang pada giling tahun berikutnya atau opsi tebang buang baik untuk dijadikan ratoon maupun PC KTG setelahnya.
Perlakuan STOC yang direncanakan tidak ditebang di tahun giling setelahnya, tergantung kondisi kebun yang bersangkutan. Apabila kondisinya masih layak di-ratoon-kan maka penyelesainnya dengan cara tebang buang trash lining, yaitu tebu ditebang kemudian ditumpuk memanjang pada juringan dengan sistem 2:2 yaitu setiap 2 juring bersih, 2 juring selajutnya tempat untuk menumpuk tebu yang ditebang tadi. Opsi selajutnya kalau petak tersebut mau dibongkar menjadi PC bagaimana penanganan pengolahan tanahnya, padahal kondisi tebu masih tegak (tidak tertebang).
1. Tebu dirobohkan menggunakan implement Plougharrow(giant harrow) 32 inch kemudian di harrow dua kali lagi menggunakan plough harrow, garu sekali lagi menggunakan finishing harow 28 inch baru di kair. Traktor penarik pada saat merobohkan tebu adalah traktor 4WD 300 HP.
2. Tebu terlebih dahulu dirobohkan menggunakan implement towner harrow yang ditarik menggunakan bulldozer. Urutan pekerjaan selanjutnya adalah garu I menggunakan plough harrow, garu II mengunakan finishing harrow baru kemudian di kair. Cara seperti ini sangat meringankan beban kerja ploughharrow karena tidak langsung merobohkan tebu berdiri melainkan mencacah tebu yang sudah dirobohkan oleh bulldozer.
Pekerjaan merobohkan tebu menggunakan bulldozer dengan implement harrow towner dapat dilakukan dengan cara bulldozer langsung memasuki petak di mana petak tersebut (tebu hijau). Dengan cara ini kebutuhan HM per hektar agak tinggi sekitar 3 HM/hektar. Tebu-tebu yang dirobohkan mudah terpotong-potong oleh harrow towner sehingga memudahkan pengolahan tanah lanjutan. Satu hal yang diharus diwaspadai agar operator ekstra hati-hati karena unit bekerja ditengah petak kebun yang didalamnya banyak serasah daun tebu/daduk mudah sekali terbakar akibat panas enjin ataupun terik matahari. Dengan panduan HM tersebut, maka akan sangat mudah menghitung kebutuhan HM bulldozer untuk merobohkan petak STOC.
*)HM=hourmachine=jam kerja unit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar